Jumat, 27 Maret 2009

WELCOME***TO***SOEMA'S***SMALL***BLOG

quw di pura lempuyang neh..
.S.O.E.M.A.
....!!VISIT FS QUW YACH!!....
TINGGAL KLIK DISINI

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN HIPERTENSI



I. PENGERTIAN
Menurut WHO (1999), tekanan darah yang berada di atas 160/95 mmHg dinyatakan sebagai hipertensi. (Rahardjo,2001)
The Sixth Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (1997) mendefinisikan hipertensi sebagai tekanan darah sistolik 140 mmHg atau lebih atau tekanan darah diastolik 90 mmHg atau lebih atau sedang dalam pengobatan antihipertensi. (Susalit, 2001)
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan diastolik di atas 90 mmHg.(Smeltzer,2001)

II. ETIOLOGI
Prevalensi hipertensi bertambah degan bertambahnya usia. (Darmojo, 1999). Penyebab hipertensi diantaranya karena faktor keturunan, ciri dari perseorangan serta kebiasaan hidup seseorang. Seseorang memiliki kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orangtuanya adalah penderita hipertensi. Sedangkan ciri perseorangan yang berupa umur, jenis kelamin dan ras juga mempengaruhi timbulnya hipertensi. Umur yang bertambah menyebabkan terjadinya kenaikan tekanan darah. Tekanan darah pria umumnya lebih tinggi dibandingkan wanita. Ras kulit hitam hampir dua kali lebih banyak dibanding dengan orang kulit putih. Kebiasaan hidup seseorang dengan konsumsi garam tinggi, kegemukan atau makan berlebihan, stres atau ketegangan jiwa, kebiasaan merokok, minum alkohol dan obat-obatan akan memicu terjadinya hipertensi. (lany, 2001). Dapat dikatakan kebiasaan yang buruk akan memperberat resiko terjadinya hipertensi.
Pada Usia lanjut, penyebab perubahan tekanan darah adalah karena adanya ateroslerosis, hilangnya elastisitas pembuluh darah, menurunnya distensi dan daya regang pembuluh darah.

III. PATOFISIOLOGI
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai factor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitive terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan rennin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor ini cenderung mencetuskan keadaan hipertensi.
Sebagai pertimbangan gerontologis dimana terjadi perubahan structural dan fungsional pada system pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup) mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan tahanan perifer (Smeltzer, 2001). Pada usia lanjut perlu diperhatikan kemungkinan adanya “hipertensi palsu” disebabkan kekakuan arteri brachialis sehingga tidak dikompresi oleh cuff sphygmomanometer (Darmojo, 1999).

IV. TANDA DAN GEJALA
Pada pemeriksaan fisik, mungkin tidak dijumpai kelainan apapun selain tekanan darah yang tinggi tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada retina seperti perdarahan, eksudat, penyempitan pembuluhdarah dan pada kasus berat edema pupil. (Smeltzer, 2001).
Tetapi pada penderita hipertensi pada umumnya memang tidak mempunyai tanda gejala spesifik. Sedangkan gejala yang lazim dirasakan adalah pusing serta kelelahan (Edward,1995). Hipertensi yang mendadak terjadi pada usia lanjut, memberi sugesti kemungkinan adanya hipertensi sekunder khususnya hipertensi renovaskuler (Darmojo, 1999).

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. BUN : memebrikan informasi tentang perfusi ginjal
2. Glukosa : hiperglikemi dapat diakibatkan oleh peningkatan katekolamin
3. Kalium serum : hipokalemia dapat megindikasikan adanya aldosteron utama
4. Kalsium serum : peningkatan dapat menyebabkan hipertensi
5. Kolesterol dan trigliserid serum : peningkatan dapat membentuk adanya plak ateromatosa
6. pemeriksaan tiroid : hipertiroidisme dapat menimbulkan vasokonstriksi dan hipertensi
7. kadar aldosteron urin/serum : mengkaji aldosteronisme primer
8. urinalisa :mengisyaratkan disfungsi ginjal
9. Asam urat : hiperurisemia telah menjadi implikasi faktor resiko hipertensi
10. steroid urin : mengindikasikan hiperadrenalisme
11. IVP : mengetahui penyebab hieprtensi
12. Foto dada : menunjukkan obstruksi kalsifikasi pada area katub, perbesaran jantung
13. CT skan : mengkaji tumor serebral, CSV, ensefalopati
14. EKG : perbesaran jantung gangguan konduksi (Smeltzer, 2001)

VI. PENATALAKSANAAN
a). Penatalaksanaan non farmakologis atau perubahan gaya hidup
Pengurangan asupan garam serta upaya penurunan berat badan merupakan langkah awal pengobatan hipertensi. Pembatasan asupan garam sampai 60 mmol/hari, berarti tidak menambahkan garam pada waktu makan. Akan sulit dilaksanakan karena akan mengurangi asupan garam secara ketat dan akan mempengaruhi kebiasaan makan pasien secara drastis. Pada beberapa penyelidikan didapatkan bahwa diet rendah lemak jenuh dapat mengurangi resiko penyakit kardiovaskuler. Dengan melakukan aktivitas fisik yang teratur dapat menurunkan tahanan perifer sehingga dapat menurunkan tekanan darah.
Perubahan gaya hidup lain ialah menghindari faktor resiko seperti merokok, minum alkohol, hiperlipidemia, stres. Merokok dapat meningkatkan tekanan darah, alkohol diketahui dapat meningkatkan tekanan darah sehingga menghindari alkohol berarti menghindari kemungkinan mendapat hipertensi. Relaksasi seperti meditasi, yoga atau hipnosis dapat mengontrol sistem saraf autonom dengan kemungkinan dapat pula menurunkan tekanan darah.
b). Penatalaksanaan farmakologis atau pengobatan hipertensi
Keputusan untuk mulai memberikan obat antihipertensi berdasarkan beberapa faktor seperti derajat peninggian tekanan darah, terdapatnya kerusakan organ target dan terdapatnya manifetasi klinis penyakit kardiovaskuler atau faktor resiko lain. Apabila penderita hipertensi ringan berada dalam risiko tinggi(pria, perokok) atau bila tekanan darah diastoliknya menetap, diatas 85 atau 95 mmHg dan sistoliknya diatas 130 sampai 139 mmHg maka perlu dimulai terapi obat-obatan. (Smeltzer,2001)
Jenis-jenis obat hipertensi yaitu sebagai berikut :
i). Diuretik
Cara kerja obat ini yaitu dengan meningkatkan volume air seni dan pengeluaran Natrium (garam) melalui air seni tersebut. Obat golongan diuretik yang lazim diberikan adalah tiazid. Efek samping terjadinya penyakit “gout” dan kadar gula pada DM sedikit meningkat.
ii). Beta Bloker
Bekerja dengan menghambat kerja hormon stres yaitu adrenalin terhadap jantung dan pembuluh darah. Efek samping rasa lelah dan lesu, kaki lemah dan tangan (kaki) terasa dingin. Yang termasuk yaitu asebutolol, alprenolol, propanolol, timolol, pindolol,dll.
iii). Antagonis Kalsium
Antagonis kalsium bekerja dngan cara mengurangi jumlah kalsium yang masuk ke sel otot dinding pembuluh darah dan jantung serta mengurangi ketegangan otot. Berkurangnya tegangan otot ini mengakibatkan tekanan darah turun. Efek samping adalah sakit kepala, muka merah dan pembengkakan pergelangan kaki. Golongan obat ini seperti nifedipine, diltiazim, verapamil, amlodipin, felodipin dan nikardipin.
iv). Penghambat enzim konversi Angiotensin (Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor atau ACE Inhibitor)
ACE inhibitor menghambat substansi yang dihasilkan ginjal, yang bertugas menyempitkan arteri kecil. Efek samping : terjadi penurunan tekanan darah yang drastis, gangguan pengecap dan batuk yang menggelitik. contoh losartan, valsartan dan irbesartan.
v). Vasodilator
Bekerja dengan melebarkan arteri secara langsung. Efek samping dari vasodilator sedikit meningkatkan denyut jantung dan menyebabkan pembengkakan pergelangan kaki. Yang temasuk golongan ini adalah doksazosin, prazosin, hidralazin, minoksidil, diazosid dan sodium nitroprusid.
vi). Golongan penghambat simpatetik
Penghambatan aktivitas simpatik dapat terjadi pada pusat vasomotor otak seperti pada pemerian metildopa dan klonidin atau pada ujung saraf perifer seperti reserpin dan guanetidine.(Susalit, 2001)

VII. PENGKAJIAN
1. Aktivitas / istirahat
Gejala : Kelemahan, letih, napas pendek, gaya hidup monoton
Tanda : Frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, takipnea
2. Sirkulasi
Gejala : Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner, penyakit serebrovaskuler
Tanda : Kenaikan TD, hipotensi postural, takhikardi, perubahan warna kulit, suhu dingin
3. Integritas Ego
Gejala : Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria, faktor stress multipel
Tanda : Letupan suasana hati, gelisah, penyempitan kontinue perhatian, tangisan yang meledak, otot muka tegang, pernapasan menghela, peningkatan pola bicara
4. Eliminasi
Gejala : Gangguan ginjal saat ini atau yang lalu
5. Makanan / Cairan
Gejala : Makanan yang disukai yang dapat mencakup makanan tinggi garam, lemak dan kolesterol
Tanda : BB normal atau obesitas, adanya edema
6. Neurosensori
Gejala : Keluhan pusing / pening, sakit kepala, berdenyut sakit kepala, berdenyut, gangguan penglihatan, episode epistaksis
Tanda : Perubahan orientasi, penurunan kekuatan genggaman, perubahan retinal optik
7. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala : Angina, nyeri hilang timbul pada tungkai, sakit kepala oksipital berat, nyeri abdomen
8. Pernapasan
Gejala : Dispnea yang berkaitan dengan aktivitas, takipnea, ortopnea, dispnea nocturnal proksimal, batuk dengan atau tanpa sputum, riwayat merokok
Tanda : Distress respirasi/ penggunaan otot aksesoris pernapasan, bunyi napas tambahan, sianosis
9. Keamanan
Gejala : Gangguan koordinasi, cara jalan
Tanda : Episode parestesia unilateral transien, hipotensi postural
10. Pembelajaran / Penyuluhan
Gejala : Factor resiko keluarga ; hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung, DM , penyakit ginjal
Faktor resiko etnik, penggunaan pil KB atau hormon

VIII. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload, vasokonstriksi, iskemia miokard, hipertropi ventricular
Tujuan :
Afterload tidak meningkat, tidak terjadi vasokonstriksi, tidak terjadi iskemia miokard
Hasil yang diharapkan :
- Berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan TD
- Mempertahankan TD dalam rentang yang dapat diterima
- Memperlihatkan irama dan frekuensi jantung stabil


Intervensi :
a. Pantau TD, ukur pada kedua tangan, gunakan manset dan tehnik yang tepat
b. Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer
c. Auskultasi tonus jantung dan bunyi napas
d. Amati warna kulit, kelembaban, suhu dan masa pengisian kapiler
e. Catat edema umum
f. Berikan lingkungan tenang, nyaman, kurangi aktivitas.
g. Pertahankan pembatasan aktivitas seperti istirahat ditemapt tidur/kursi
h. Bantu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai kebutuhan
i. Lakukan tindakan yang nyaman spt pijatan punggung dan leher
j. Anjurkan tehnik relaksasi, panduan imajinasi, aktivitas pengalihan
k. Pantau respon terhadap obat untuk mengontrol tekanan darah
l. Berikan pembatasan cairan dan diit natrium sesuai indikasi
m. Kolaborasi untuk pemberian obat-obatan sesuai indikasi

2. Nyeri ( sakit kepala ) berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral
Tujuan :
Tekanan vaskuler serebral tidak meningkat
Hasil yang diharapkan :
Pasien mengungkapkan tidak adanya sakit kepala dan tampak nyaman
Intervensi :
a. Pertahankan tirah baring, lingkungan yang tenang, sedikit penerangan
b. Minimalkan gangguan lingkungan dan rangsangan
c. Batasi aktivitas
d. Hindari merokok atau menggunkan penggunaan nikotin
e. Beri obat analgesia dan sedasi sesuai pesanan
f. Beri tindakan yang menyenangkan sesuai indikasi seperti kompres es, posisi nyaman, tehnik relaksasi, bimbingan imajinasi, hindari konstipasi

3. Resiko perubahan perfusi jaringan: serebral, ginjal, jantung berhubungan dengan gangguan sirkulasi
Tujuan :
Sirkulasi tubuh tidak terganggu
Hasil yang diharapkan :
- Pasien mendemonstrasikan perfusi jaringan yang membaik seperti ditunjukkan dengan : TD dalam batas yang dapat diterima, tidak ada keluhan sakit kepala, pusing, nilai-nilai laboratorium dalam batas normal.
- Haluaran urin 30 ml/ menit
- Tanda-tanda vital stabil
Intervensi :
a. Pertahankan tirah baring; tinggikan kepala tempat tidur
b. Kaji tekanan darah saat masuk pada kedua lengan; tidur, duduk dengan pemantau tekanan arteri jika tersedia
c. Pertahankan cairan dan obat-obatan sesuai pesanan
d. Amati adanya hipotensi mendadak
e. Ukur masukan dan pengeluaran
f. Pantau elektrolit, BUN, kreatinin sesuai pesanan
g. Ambulasi sesuai kemampuan; hibdari kelelahan

4. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit dan perawatan diri
Tujuan :
Klien terpenuhi dalam informasi tentang hipertensi
Hasil yang diharapkan :
- Pasien mengungkapkan pengetahuan dan ketrampilan penatalaksanaan perawatan dini
- Melaporkan pemakaian obat-obatan sesuai pesanan
Intervensi :
a. Jelaskan sifat penyakit dan tujuan dari pengobatan dan prosedur
b. Jelaskan pentingnya lingkungan yang tenang, tidak penuh dengan stress
c. Diskusikan tentang obat-obatan : nama, dosis, waktu pemberian, tujuan dan efek samping atau efek toksik
d. Jelaskan perlunya menghindari pemakaian obat bebas tanpa pemeriksaan dokter
e. Diskusikan gejala kambuhan atau kemajuan penyulit untuk dilaporkan dokter : sakit kepala, pusing, pingsan, mual dan muntah.
f. Diskusikan pentingnya mempertahankan berat badan stabil
g. Diskusikan pentingnya menghindari kelelahan dan mengangkat berat
h. Diskusikan perlunya diet rendah kalori, rendah natrium sesuai pesanan
i. Jelaskan penetingnya mempertahankan pemasukan cairan yang tepat, jumlah yang diperbolehkan, pembatasan seperti kopi yang mengandung kafein, teh serta alcohol
j. Jelaskan perlunya menghindari konstipasi dan penahanan

DAFTAR PUSTAKA
Chung, Edward.K. Penuntun Praktis Penyakit Kardiovaskuler, Edisi III, diterjemahkan oleh Petrus Andryanto, Jakarta, Buku Kedokteran EGC, 1995
Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih, Jakarta : EGC, 2002.
Darmojo, R. Boedhi. Buku Ajar Geriatri ( Ilmu Kesehatan Usia Lanjut ), Balai penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, jakarta, 1999.
Doengoes, Marilynn E, Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan pasien, Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran, EGC, 2000
Gunawan, Lany. Hipertensi : Tekanan Darah Tinggi , Yogyakarta, Penerbit Kanisius, 2001
Kodim Nasrin. Hipertensi : Yang Besar Yang Diabaikan, @ tempointeraktif.com, 2003
Smith Tom. Tekanan darah Tinggi : Mengapa terjadi, Bagaimana mengatasinya ?, Jakarta, Penerbit Arcan, 1995
Semple Peter. Tekanan Darah Tinggi, Alih Bahasa : Meitasari Tjandrasa Jakarta, Penerbit Arcan, 1996
Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih, Jakarta : EGC, 2002.
Tucker, S.M, et all . Standar Perawatan Pasien : Proses Keperawatan, diagnosis dan evaluasi , Edisi V, Jakarta, Buku Kedokteran EGC, 1998

-------------------end of this matery-------------------

Kamis, 26 Maret 2009

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN ANEMIA


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Berdasarkan survei kewsehatan rumah tangga (SKSRT) 2001, prevalensi anemia pada balita 0-5 tahun sekitar 47%, anak usia sekolah dan remaja sekitar 26,5%. Sementara survei di DKI Jakarta 2004 menunjukkan angka prevalensi anemia pada balita sebesar 26,5%, 35 juta remaja menderita anemia gizi besi, usia 6 bulan cadangan besi itu akan menipis, sehingga diperlukan asupan besi tambahan untuk mencegah kekurangan besi.
Anemia didefinisikan sebagai penurunan volume eritrosit atau kadar Hb sampai di bawah rentang nilai yang berlaku untuk orang sehat (Nelson,1999).
Kebanyakan anemia pada anak adalah anemia kekurangan zat besi atau iron deficiency anemia. Penyebabnya umumnya adalah pola makan yang kurang tepat. Anemia lainnya adalah anemia karena pendarahan, anemia karena pabriknya mengalami gangguan (sumsum tulang tidak memproduksi sel-sel darah dengan baik dan penyebabnya bermacam-macam), bisa juga anemia karena yang bersangkutan menderita suatu penyakit keganasan seperti kangker, leukemia dll, tapi biasanya dokter akan tahu karena hati dan limpanya membesar
Anemia bisa menyebabkan kerusakan sel otak secdara permanen lebih berbahaya dari kerusakan sel-sel kulit. Sekali sel-sel otak mengalami kerusakan tidak mungkin dikembalikan seperti semula. Karena itu, pada masa amas dan kritis perlu mendapat perhatian.

B. Tujuan
a. Tujuan umum dari penulisan makalah ini diharapkan mahasiswa dapat membuat asuhan keperawatan penyakit anemia.
b. Tujuan dari penulisan makalah diharapkan mahasiswa mampu:
1. Mengetahui anatomi fisiologi darah
2. Mengetahui pengertian anemia
3. Mengetahui etiologi anemia
4. Mengetahui patofisologi anemia
5. Mengetahui manifestasi klinis anemia
6. Mengetahui macam-macam anemia
7. Memberikan asuhan keperawatan yang tepat pada klien yang menderita anemia


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI FISIOLOGI
Sistem hematology tersusun atas darah dan tempat darah diproduksi, termasuk sumsum tulang dan nodus limfa. Darah adalah organ khusus yang berbeda dengan organ lain karena berbentuk cairan.
Darah adalah suspensi dari partikel dalam larutan koloid cair yang mengandung elektrolit. Peranannya sebagai medium pertukaran antara sel-sel yang terfiksasi dalam tubuh dan lingkungan luar serta memiliki sifat-sifat protektif terhadap organisme sebagai suatu keseluruhan dan khususnya terhadap darahnya sendiri.
Unsur seluler darah terdiri dari sel darah merah (eritrosit), beberapa jenis sel darah putih (leukosit), dan pecahan sel yang disebut trombosit.
1. Sumsum tulang
Sumsum tulang menempati bagian dalam tulang spons dan bagian tengah rongga tulang panjang. Sumsum merupakan 4 % sampai 5 % berat badan total,sehingga merupakan yang paling besar dalam tubuh. Sumsum bisa berwarna merah atau kuning. Sumsum merah merupakan tempat diproduksi sel darah merah aktif dan merupakan organ hematopoetik (penghasil darah) utama. Sedang sumsum kuning, tersusun terutama oleh lemak dan tidak aktif dalam produksi elemen darah.
2. Eritrosit
Sel darah merah atau eritrosit dalah merupakan cakram bikonkaf yang tidak berinti yang kira-kira berdiameter 8 m, tebal bagian tepi 2m pada bagian tengah tebalnya hanya 1m atau kurang. Karena sel itu lunak dan lentur maka dalam perjalanannya melalui mikrosirkulasi konfigurasinya berubah. Stroma bagian luar yang mengandung protein terdiri dari antigen kelompok A dan B serta faktor Rh yang menentukan golongan darah seseorang. Komponen utama sel darah merah adalah protein hemoglobin (Hb) yang mengangkut O2 dan CO2 dan mempertahankan pH normal melalui serangkaian dapar intraseluler. Molekul-molekul Hb terdiri dari 2 pasang rantai polipeptida (globin) dan 4 gugus hem, masing-masing mengandung sebuah atom besi. Konfigurasi ini memungkinkan pertukaran gas yang sangat sempurna.
Pembentukan hemoglobin terjadi pada sumsum tulang melalui semua stadium pematangan. Sel darah merah memasuki sirkulasi sebagai retikulosit dari sumsum tulang. Retikulosit adalah stadium terakhir dari perkembangan sel darah merah yang belum matang dan mengandung jala yang terdiri dari serat-serat retikular. Sejumlah kecil hemoglobin masih dihasilkan selama 24 sampai 48 jam pematangan, retikulum kemudian larut dan menjadi sel darah merah yang matang.
3. Leukosit (sel darah putih)
Leukosit merupakan unit yang mobil/aktif dari sistem pertahanan tubuh. Leukosit ini sebagian di bentuk di sumsum tulang (granulosit dan monosit serta sedikit limfosit) dan sebagian lagi di jaringan limfe (limfosit dan sel-sel plasma). Setelah dibentuk, sel-sel ini diangkut dalam darah menuju bagian tubuh untuk di gunakan. Manfaat sesungguhnya dari sel darah putih ialah bahwa kebanyakan di transpor secara khusus ke daerah yang terinfeksi dan mengalami peradangan serius, jadi menyediakan pertahanan yang cepat dan kuat terhadap bahan infeksius yang mungkin ada.
Ada 6 macam sel darah putih yang secara normal di temukan dalam darah. Keenam sel tersebut ialah netrofil polimorfonuklir, eosinofil polimorfonuklir, basofil polimorfonuklir, monosit, limfosit, dan kadang-kadang sel plasma. Selain itu terdapat juga sejumlah besar trombosit, yang merupakan pecahan dari tipe ketujuh sel darah putih yang dijumpai dalam sumsum tulang, yakni megakariosit. Ketiga tipe dari sel, yaitu sel polimorfonuklir, seluruhnya mempunyai gambaran granular, karena alasan itu mereka disrbut granulosit atau dalam terminologi klinis disebut “poli” karena intinya multipel.
Granulosit dan monosit melindungi tubuh terhadap organisme penyerang terutama dengan cara mencernakannya yaitu melalui fagositosis. Fungsi utama limfosit dan sel-sel plasma berhubungan dengan sistem imun.
4. Trombosit
Trombosit merupakan partikel kecil, berdiameter 2 sampai 4 µm, yang terdapat pada sirkulasi plasma darah. Karena dapat mengalami disintegrasi cepat dan mudah, jumlahnya selalu berubah antara 150.000 dan 450.000 per mm³ darah, tergantung jumlah yang dihasilkan, bagaimana digunakan, dan kecepatan kerusakan. Dibentuk oleh fragmentasi sel raksasa sumsum tulang, yang disebut megakariosit. Produksi trombosit diatur oleh trombopotein.
Trombosit berperan penting dalam mengotrol pendarahan. Apabila terjadi pendarahan cedera vascular, trombosit mengumpul pada pada tempat edera tersebut. Subtansi yang dilepaskan dari granula trombosit dan sel darah lainnya menyebabkan trombosit menempel satu sama lain dan membentuk tambalan atau sumbatan, yang sementara menghentikan pendarahan. Subtansi lain dilepaskan dari trombosit untuk mengaktifasi factor pembekuan dalam plasma darah.
5. Plasma darah
Apabila elemen seluler diambil dari darah, bagian cairan yang tersisa dinamakan plasma darah. Plasma darah mengandung ion, protein, dan zat lain. Apabila plasma dibiarkan membeku, sisa cairan yang tertinggal dinamakan serum. Serum mempunyai kandungan yang sama dengan plasma, keuali kandungan fibrinogen dan beberapa factor pembekuan.
Protein plasma tersusun terutama oleh albumin dan globulin. Globulin tersusun atas fraksi alfa, beta dan gama yang dapat dilhat dari laboratorium yang dinamakan elektroforesis protein. Masing-masing kelompok disusun oleh protein tertentu.
Gama globulin, yang tersusun terutama oleh anti bodi, dinamakan immunoglobulin. Protein ini dihasilkan oleh limfosit dan sel plasma. Protein plasma penting dalam fraksi alfa dan beta adalah globulin transpor dan nfaktor pembekuan yang dibentuk di hati. Globulin transpor membawa berbagai zat dalam bentuk terikat sepanjang sirkulasi. Misalnya tiroid terikat globulin, membawa tiroksin, dan transferin membawa besi. Faktor pembekuan, termasuk fibrinogen, tetap dalam keadaan tidak aktif dalam plasma darah sampai diaktifasi pada reaksi pada tahap-tahap pembekuan.
Albumin terutama penting untuk pemeliharaan volume cairan dalam system vaskuler. Dinding kapiler tidak permeabel terhadap albumin, sehingga keberadaannya dalam plasma menciptakan gaya onkotik yang menjaga cairan dalam rongga vaskuler. Albumin, yang dihasilkan oleh hati, memiliki kapasitas mengikat berbagai zat yang ada dalam plasma. Dalam hal ini, albumin berfungsi sebagai protein transpor untuk logam, asam lemak, bilirubin, dan obat-obatan, diantara zat lainnya.

B. DEFINISI
Anemia didefinisikan sebagai penurunan volume eritrosit atau kadar Hb sampai di bawah rentang nilai yang berlaku untuk orang sehat (Nelson,1999).
Anemia berarti kekurangan sel darah merah, yang dapat di sebabkan oleh hilangnya darah yang terlalu cepat atau karena terlalu lambatnya produksi sel darah merah. (Guyton,1997).
Anemia adalah keadaan dimana jumlah sel darah merah atau konsentrasi hemoglobin turun dibawah normal.(Wong,2003).
Anemia adalah penurunan dibawah normal dadam jumlah eritrosit, banyaknya hemoglobin, atau volume sel darah merah, sistem berbagai jenis penyakit dan kelainan (Dorlan, 1998)

C. PATOFISIOLOGI
1. Jumlah efektif eritrosit berkurang menyebabkan jumlah O2 ke jaringan berkurang
2. Kehilangan darah yang mendadak (> 30%) mengakibatkan pendarahan menimbulkan simtomatologi sekunder hipovolemi dan hipoksia
3. Tanda dan gejala: gelisah, diaforesis (keringat dingin), takikardi,dyspne, syok
4. Kehilangan darah dalam beberapa waktu (bulan) sampai dengan 50% terdapat kompensasi adalah:
a. Peningkatan curah jantung dan pernafasan
b. Meningkatkan pelepasan O2 oleh hemoglobin
c. Mengembangkan volume plasma dengan menarik cairan dari sela-sela jaringan
d. Redistribusi aliran darah ke organ vital
Salah satu tanda yang sering di kaitkan dengan anemia adalah pucat, ini umumnya sering di kaitkan dengan volume darah, berkurangnya hemoglobin dan vasokontriksi untuk memperbesar pengiriman O2 ke organ-organ vital. Karena faktor-faktor seperti pigmentasi kulit, suhu dan kedalaman serta distribusi kapiler mempengaruhi warna kulit maka warna kulit bukan merupakan indeks pucat yang dapat diandalkan. Warna kuku, telapak tangan dan membran mukosa mulut serta konjungtiva dapat digunakan lebih baik guna menilai kepucatan.
D. MANIFESTASI KLINIK
1. Pucat oleh karena kekurangan volume darah dan Hb, vasokontriksi
2. Takikardi dan bising jantung (peningkatan kecepatan aliran darah) Angina (sakit dada)
3. Dispnea, nafas pendek, cepat capek saat aktifitas (pengiriman O2 berkurang)
4. Sakit kepala, kelemahan, tinitus (telinga berdengung) menggambarkan berkurangnya oksigenasi pada SSP
5. Anemia berat gangguan GI dan CHF (anoreksia, nausea, konstipasi atau diare)

E. KLASIFIKASI ANEMIA
1. Anemia pasca-pendarahan (post hemorrhagi)
a. Etiologi
Kehilangan darah karena kecelakaan, operasi, pendarahan usus, ulkus peptikum, pendarahan karena kelainan obstetric, hemoroid, ankilostomiasis. Jadi umumnya karena kehilangan darah yang mendadak atau menahun
1). Kehilangan darah mendadak
a). Pengaruh yang timbul segera
Akibat kehilangan darah yang cepat, terjadi reflek kardiovaskular yang fisiolgis berupa kontraksi arteriola, pengurangan aliran darah atau komponennya ke organ tubuh yang kurang vital (anggota gerak, ginjal dan sebagainya) dan penambahan alran darah ke organ vital (otak dan jantung)
Gejala yang timbul tergantung dari cepat dan banyaknya darah yang hilang dan apakah tubuh masih dapat mengadakan kompensasi.
Kehilangan darah sebanyak 12-15 % akan memperlihatkan gejala pucat, transpirasi, takikardi, tekanan darah normal atau merendah. Kehilangan sebanyak 15-20 % akan mengakibatkan tekanan darah menurun dan dapat terjadi renjatan (shock) yang masih reversibel. Kehilangan lebih dari 20% akan menimbulkan renjatan yang ireversibel dengan angka kematian yang tinggi.
Pengobatan yang terbaik ialah dengan transfusi darah. Pilihan kedua adalah plasma (plasma expanders atau plasma substitute). Dalam pemberian darurat cairan intravena dengan cairan infus apa saja yang tersedia
b). Pengaruh lambat
Beberapa jam setelah pendarahan, terjadi pergeseran cairan ekstravaskular ke intravaskular yaitu agar isi intravaskular dan tekanan osmotik dapat dipertahankan, tetapi akibatnya terjadi hemodilusi.
Gejala yang ditemukan ialah leukositosis (15.000-20.000/mm3). Nilai hemoglobin, erirosit dan hematokrit merendah akibat hemodilusi. Untuk mempertahankan metabolisme, sebagai kompensasi sistem eritropoetik menjadi hiperaktif. Kadang-kadang terlihat gejal gagal jantung
2). Kehilangan darah menahun
Pengaruhnya terlihat sebagai gejala akibat defisiensi besi, bila tidak diimbangi dengan masukan besi yang cukup.
2. Anemia defisiensi besi
Anemia defisiensi zat besi sering ditemukan di Indonesia. Anemia defisiensi zat besi merupakan suatu penyakit yang dapat mengakibatkan efeka yang sangat serius pada fungsi jantung dan paru jika tidak segera ditangani. Selain itu juga dapat menyebabkan kematian. Anemia defisiensi besi sering terjadi pada pria atau wanita pasca menopause. Menurut Sneltzer (2002) bahwa penyebab tersering pada anemia yang dialami oleh pria ataupun wanita pasca menopause disebabkan karena kurangnya masukan nutrisi. Selain pada pasca menopause juga dapat terjadi pada bayi. Anemia akibat defesiensi besi untuk sisntesis Hb merupakan penyakit darah yang paling sering pada bayi dan anak. Frekuensinya berkaitan dengan aspek dasar metabolisme besi dan nutrisi tertentu. Tubuh bayi baru lahir mengandung kira-kira 0,5 g besi, sedangkan dewasa kira-kira 5 g. untuk mengejar perbedaan itu rata-rata 0,8 mg besi harus direabsorbsi tiap hari selama 15 tahun pertam kehidupan. Disamping kebutuhan pertumbuhan ini, sejumlah kecil diperlukan untuk menyeimbangkan kehilangan besi normal oleh pengelupasan sel, karena itu untuk mempertahankan keseimbangan besi positif pada anak, kira-kira 1 mg besi harus direabsorbsi setiap hari.
a. Etiologi
Menurut patogenesisnya, etiologi anemia defisiensi besi dibagi:
 Masukan kurang: MEP, defisiensi diet relatif yang disertai pertumbuhan yang cepat
 Absorsi kurang: MEP: diare kronis, sindrom malabsorbsi lainnya
 Sintesis kurang: transferin (hipotransferinemia congenital)
 Kebutuhan yang bertambah: infeksi, pertumbuhan yang cepat
 Pengeluaran yang bertambah: kehilangan darah karena ankilostomiasis, amubiasis yang menahun, polip, hemolisis intravascular kronis yang menyebabkan hemosiderinemia
b. Manifestasi klinik
Penderita tampak lemas, sering berdebar-debar, lekas lelah, pucat, sakit kepala, iritabel dan sebagainya. Mereka tidak tampak sakit karena perjalanan penyakitnya bersifat menahun. Tampak pucat terutama pada mukosa bibir dan faring, telapak tangan dan dasar kuku, konjungtiva ocular berwarna kebiruan atau putih mutiara (pearly white). Papil lidah tampak atrofi. Jantung tampak membesar dan terdengar murmur sistolik yang fungsionil. Pada MEP dengan infestasi ankylostoma akan memperlihatkan perut buncit yang disebut pot belly dan dapat terjadi edema. Tidak ada pembesaran limpa dan hepar dan tidak terdapat diatesis hemoragik. Pemeriksaan radiologis tulang tengkorak akan menunjukkan pelebaran diploe dan penipisan tabula eksterna sehingga mirip dengan perubahan tulang tengkorak dari talasemia
c. Pemeriksaan laboratorium
Kadar Hb< 10 g%; MCV < 79 cµ; MCHC < 32%, mikrositik, hipokromik, poikilositosis, sel target. Kurve Price Jones bergeser kekiri. Leukosit dan trombosit normal. Pemeriksaan sumsum tulang menunjukkan system eritropoetik hiperaktif dengan sel normoblas polikromatofil yang predominan. Dengan demikian terjadi maturation arrest pada tingkat normoblas polikromatofil. Dengan pewarnaan khusus dapat dibuktikan tidak terdapat besi dalam sumsum ntulang
Serum iron (SI) merendah dan iron binding capacity (IBC) meningkat (kecuali pada MEP, SI dan IBC rendah)
d. Diagnosis
Ditegakkan atas dasar ditemukannya penyebab defisiensi besi, gambaran eritrosit mikrositik hipokromik, SI rendah dan IBC meningkat, tidak terdapat besi dalam sumsum tulang dan reaksi yang baik terhadap pengobatan denan besi

e. Pengobatan
Pemberian preparat 60 mg/hari dapat menaikkan kadar Hb sebanyak 1 gr% per bulan. Kini program nasional menganjurkan kombinasi 60 mg besi dan 500 µg asam folat. (Saiffudin 2002). Selain itu dapat pula diberikan preparat besi parenteral. Obat ini lebih mahal harganya dan penyuntikannya harus intra muscular dalam atau ada pula yang dapat diberikan secara intravena. Preparat besi parenteral hanya diberikan bila pemberian peporal tidak berhasil
Tranfusi darah hanya diberikan bila kadar Hb kurang dari 5 g% dan disertai dengan keadaan umum yang tidak baik, misalnya gagal jantung, bronkopneumonia dan sebagainya. Umumnya jarang diberikan transfusi darah karena perjalanan penyakitnya menahun

3. Anemia Megaloblastik
Anemia megaloblastik secara umum mempunyai abnormalitas morfologi dan pematangan eritrosit tertentu. Morfologi megaloblastik dapat dijumpai pada sejumlah keadaan.
a. Defisiensi asam folat
Folat berlimpah dalam berbagai makanan termasuk sayuran hijau, buah dan orgn binatang (ginjal, hati).
Defisiensi dalam makanan biasanya disertai pertumbuhan cepat atau infeksi yang dapat menaikan kebutuhan asam folat.
Kebutuhan atas dasar berat badan pada anak lebih besar dibandingkan pada orang dewasa. Karena kebutuhan yang meningkat untuk pertumbuhan. Kebutuhan juga meningkat sejalan dengan pergantian (turnover) jaringan. Susu manusia dan binatang memberi pasokan asam folat dalam jumlah yang memadai. Susu domba jelas defisien, suplementasi asam folat harus diberikan bila susu domba merupakan makanan pokok. Jika tidak diberi suplemen, susu bubuk juga mungkin sumber yang miskin asam folat.
 Terapi
Bila diagnosis telah ditegakkan dengan sakit berat, anemia diberikan secara oral atau parenteral dengan dosis 1-5 mg/24 jam. Jika diagnosis spesifik belum diragukan 50-100 µg/24 jam folat dapat diberikan selam 1 minggu sebagai uji diagnostic, atau 1 µg/ 24 jam sianokobalamin parenteral untuk kecurigaan defisiensi vitamin B12. karena respon hematology dapat diharapkan dalam waktu 72 jam, transfusi hanya terindikasi jika anemia berat atau anak sakit berat. Terapi asam folat harus diteruskan sampai 3-4 minggu.
b. Defisiensi B12 (kobalamin)
Vitamin B12 dihasilkan dari kobalamin dalam makanan, terutama sumber hewani, produksi skunder oleh mikiroorganisne.
Defisiensi vitamin B12 dapat disebabkan karena kurang masukan, pembedahan lambung, konsumsi atau inhibisi kompleks B12- factor intrinsic, abnormalitas yang melibatkan sisi reseptor di ileum terminal, atau abnormalitas TCII. Meskipun TCI mengikat 80% kobalamin serum, defisiensi protein ini menyebabkan kadar penurunan B12 tetapi tidak pada anemia megaloblastik.
Kasus defisiensi terdapat pada bayi minum ASI yang ibunya mempunyai diet kurang atau yang menderita anemia pernisiosa.
 Terapi
Respon hematologist segera akan mengikut pemberian parenteral vitamin B12 (1 mg), biasanya dengan retikulositosis dalam 2-4 hari, bila tidak ada penyakit peradangan yang menyertai. Kebutuhan fisiologis vitamin B12 adalah 1-5 µg/ 24 jam, dan respon hematologist telah diamati dengan dosis kecil ini, ini menunjukan bahwa pemberian minim dosis dapat digunakan sebagai uji terapeutik bila diagnosis defisiensi vitamin B12 diragukan. Jika ada bukti keterlibatan neurologis, 1 mg harus disuntikkan intramuscular harian selama 2 minggu. Terapi rumatan perlu selama hidup penderita, pemberian bulanan intramuscular vitamin B12 cukup.

4. Anemia hemolitik
Pada anemia hemolitik, umur eritrosit menjadi lebih pendek (normal umur eritrosit 100-120 hari)
Penyakit ini dapat dibagi menjadi dalam 2 golongan besar yaitu:
 Golongan dengan penyebab hemolisis yang terdapat dalam eritrosit sendiri. Umumnya penyebab hemolisis dalam golongan ini ialah kelainan bawaan (konginetal)
 Golongan dengan penyebab hemolisis ekstraseluler. Biasanya penyebabnya merupakan faktor yang didapat (acquired)
a. Gangguan intrakorpuskuler (konginetal)
Kelainan ini umumnya disebabkan oleh karena adanya gangguan metabolisme dalam eritrosit itu sendiri
Keadaan ini dapat dibagi menjadi 3 golongan, yaitu:
 Gangguan pada struktur dinding eritrosit
 Gangguan enzim yang mengakibatkan kelainan metabolisme dalam eritrosit
 Hemoglobinopatia
b. Gangguan struktur dinding eritrosit
• Sferositosis
Penyebab hemolisis pada penyakit ini diduga disebabkan oleh kelainan membran eritrosit. Kadang-kadang penyakit ini berlangsung ringan sehingga sukar dikenal. Pada anak gejala anemianya lebih menyolok daripada dengan ikterusnya, sedangkan pada orang dewasa sebaliknya. Suatu infeksi yang ringan saja sudah dapat menimbulkan krisis aplastik

Pengobatan
Transfusi darah terutama dalam keadaan krisis. Pengangkatan limpa pada keadaan yang ringan dan anak yang agak besar (2-3 tahun). Sebaiknya diberikan roboransia
• Ovalositosis (eliptositosis)
Pada penyakit ini 50-90% dari eritrositnya berbentuk oval (lonjong). Dalam keadaan normal bentuk eritrosit ini ditemukan kira-kira 15-20% saja. Penyakit ini diturunkan secara dominan menurut hukum mendel. Hemolisis biasanya tidak seberat sferositosis. Kadang-kadang ditemukan kelainan radiologis tulang. Splenektomi biasanya dapat mengurangi proses hemolisis dari penyakit ini.
• A-beta lipropoteinemia
Pada penyakit ini terdapat kelainan bentuk eritrosit yang menyebabkan umur eritrosit tersebut menjadi pendek. Diduga kelainan bentuk eritrosit tersebut disebabkan oleh kelainan komposisi lemak pada dinding sel
• Gangguan pembentukan nukleotida
Kelainan ini dapat menyebabkan dinding eritrosit mudah pecah, misalnya pada panmielopatia tipe fanconi

Anemia hemolitik oleh karena kekurangan enzim
• Definisi glucose-6- phosphate-Dehydrogenase (G-6PD)
• Defisiensi Glutation reduktase
• Defisiensi Glutation
• Defisiensi Piruvatkinase
• Defisiensi Triose Phosphate-Isomerase (TPI)
• Defisiensi difosfogliserat mutase
• Defisiensi Heksokinase
• Defisiensi gliseraldehid-3-fosfat dehidrogenase
Hemoglobinopatia
Pada bayi baru lahir HbF merupakan bagian terbesar dari hemoglobinnya (95%), kemudian pada perkembangan selanjutnya konsentrasi HbF akan menurun, sehingga pada umur satu tahun telah mencapai keadaan yang normal
Sebenarnya terdapat 2 golongan besar gangguan pembentukan hemoglobin ini, yaitu:
• Gangguan struktural pembentukan hemoglobin (hemoglobin abnormal). Misal HbS, HbE dan lain-lain
• Gangguan jumlah (salah satu atau beberapa) rantai globin. Misal talasemia

c. Gangguan ekstrakorpuskuler
Gangguan ini biasanya didapat (acquired) dan dapat disebabkan oleh:
 Obat-obatan, racun ular, jamur, bahan kimia (bensin, saponin, air), toksin(hemolisin) streptococcus, virus, malaria, luka bakar juga dapat menyebabkan anemia hemolitik
 Hipersplenisme. Pembesaran limpa apapun sebabnya sering menyebabkan penghancuran eritrosit
 Anemia oleh karena terjadinya penghancuran eritrosit akibat terjadinya reaksi antigen-antibodi.
• Antagonisme ABO atau inkompatibilitas golongan darah lain seperti Rhesus dan MN
• Alergen atau hapten yang berasal dari luar tubuh, tetapi dalam tubuh akan melekat pada permukaan eritrosit dan menimbulkan reaksi antigen-antibodi pada permukaan eritrosit dan hal ini dapat menyebabkan hemolisis. Kejadian tersebut dapat ditimbulkan oleh virus, bakteri atau obat-obatan seperti kina, PAS dan insektisida.

• Hemolisis dapat pula timbul akibat adanya reaksi autoimun.
Perjalanan penyakitnya bergantung pada penyebab hemolisisnya, bisa berlangsung ringan tetapi dapat juga terjadi akut, cepat dan dapat menyebabkan kematian. Pada keadan yang sangat berat sering terjadi hemoglobinuria dan hemoglobin yang bebas ini diduga merusak tubulus ginjal sehingga terjadi oliguria, bahkan kerusakan ginjal itu bukan disebabkan oleh hemoglobin bebas semata-mata, tetapi juga oleh karena terjadinya mikroangiopatia dari pembuluh darah ginjal. Oleh karena terjadi pembuatan trombin yang berlebihan, maka dalam hal ini diperlukan pemberian heparin.

Pengobatan
Pada keadaan yang berat, akibat keracunan obat-obatan, pemberian transfusi darah dapat menolong penderita. Kadang-kadang diperlukan pula transfusi tukar. Pada anemia hemolitik oleh karena proses imun maka pemberian darah harus hati-hati oleh karena hal ini dapat menambah proses hemolisis. Dalam hal ini sebaiknya diberikan transfusi eritrosit yang telah dicuci.
Diberikan pula prednison atau hidrokortison dengan dosis tinggi pada anemia hemolitik imun ini. Bila perlu diberikan preparat kortikosteroid secara intravena. Apabila didapatkan gagal ginjal akut, maka diberikan cairan dan obat-obatan sesuai dengan penatalaksanaan dari gagal ginjal akut. Pada anemia hemolitik autoimun yang biasanya berlangsung lama, maka disamping pemberian prednison, juga diberikan azatioprin (imuran).
5. Anemia aplastik
Merupakan keaadan yang disebabkan berkurangnya sel darah dalam darah tepi, akibat terhentinya pembentukan sel hemopoetik dalam sumsum tulang.

Sistim limfopoetik dan RES sebenarnya dalam keadaan aplastik juga, tetapi relatif lebih ringan dibandingkan dengan ketiga sistem hemopoetik lainnya. Aplasia ini hanya dapat terjadi pada satu, dua atau ketiga sistem hemopoetik (eritropoetik, granulopoetik dan trombopoetik)
Aplasia yang hanya mengenai sistem eritropoetik disebut eritroblastopenia (anemia hipoplastik), yang hanya mengenai sistem granulopoetik saja disebut agranulositosis (penyakit schultz), sedangkan yang hanya mengenai sistem trombopoetik disebut amegakariostik trombositopenik purpura (ATP). Bila mengenai sistem disebut panmiel optisis atau lazimnya disebut anemia aplastik.

Panmieloptisis (anemia aplastik)
Kecuali jenis kongenital, anemia aplastik biasanya terdapat pada anak berumur lebih dari 6 tahun. Depresi sumsum tulang oleh obat atau bahan kimia, meskipun ,dengan dosis rendah tetapi berlangsung sejak usia muda secara terus-menerus, baru akan terlihat pengaruhnya setelah beberapa tahun kemudian. Misalnya pemberian kloramfenikol yang terlampau sering pada bayi (sejak umur 2-3 bulan), baru akan menyebabkan gejala anemia aplastik setelah ia berumur lebih dari 6 tahun. Disamping itu pada beberapa kasus gejala sudah timbul hanya beberapa saat setelah ia kontak dengan gen penyebabnya.
a. Etiologi
 Faktor konginetal
Sindrom fanconi yang biasanya disertai kelainan bawaan lain seperti mikrosefali, strabismus, anomali jari, kelainan ginjal dan sebagainya.
 Faktor didapat
• Bahan kimia: benzene, insektisida, senyawa As, Au, Pb.
• Obat: kloramfenikol, mesantoin (antikonvulsan), piribenzamin (antihistamin), santonin-kalomel, obat sitostatika (myleran, methrotrexate, TEM, vincristine, rubidomycine, dan sebagainya)
• Radiasi: sinar, rontgen, radioaktif
• Faktor individu: alergi terhadap obat, bahan kimia dan lain-lain
• Infeksi: tuberkolosis milier, hepatitis dan sebagainya
• Lain-lain: keganasan, penyakit ginjal, gangguan endokrin
• Idiopatik: merupakan penyebab yang paling sering. Akhir-akhir ini faktor imunologis telah dapat menerangkan etiologi golongan idiopatik ini.
b. Gejala klinis dan Hematologis
Pada prinsipnya berdasarkan gambaran sumsum tulang yang berupa aplasia sistem eritropoetik, granulopoetik dan trompoetik, serta aktifitas relatif sistem limfopoetik dan RES Aplasia sistem eritropoetik dalam darah tepi akan terlihat sebagai retikulositopenia yang disertai dengan merendahnya kadar Hb, hematrokit dan hitung eritrosit. Klinis klien akan terlihat pucat dan berbagai gejala anemia lainya seperti anoreksia, lemah, palpitasi, sesak karena gagal jantung dan sebagainya.
c. Pengobatan
 Prednison dan testosteron
Prednison diberikan dengan dosis 2-5 mg/kgbb/hari peroral, sedangkan testosteron dengan dosis 1-2 mg/kgbb/hari sebaiknya secara parenteral. Penyelidikan terakhir menunjukkan bahwa testosteron lebih baik diganti dengan oksimetolon yang mempunyai daya anabolik dan merangsng sistem. Hematopoetik lebih kuat dan diberikan dengan dosis 1-2 mg/kgbb/hari peroral. Pada pemberian oksimetolon ini hendaknya diperhatikan fungsi hati.
Pengobatan biasanya berlangsung berbulan-bulan, bahkan dapat sampai bertahun-tahun. Bila telah terdapat remisi, dosis obt diberikan separuhnya dan jumblah sel darah diawasi setiap minggu. Kemudian jika terjadi relaps, dosis obat harus diberikan penuh kembali.
 Transfusi darah
Transfusi darah diberikan jika hanya diperlukan. Pada keadaan yang sangat gawat (pendarahan masif, pendarahan otak dan sebagainya) dapat diberikan suspensi trombosit
 Pengobatan terhadap infeksi sekunder
Untuk menghindarkan dari infeksi, sebaiknya diisolasi dalam ruangan yang ’suci hama’. Pemberian obat antibiotika hendaknya dipilih yang tidak menyebabkan depresi sumsum tulang. Kloramfenikol tidak boleh diberikan.
 Makanan
Disesuaikan dengan keadaan, umumnya diberikan makanan lunak. Hati-hati pada pemberian makanan melalui pipa lambung karena mungkin menyebabkan luka/pendarahan pada waktu pipa dimasukkan
 Istirahat
Untuk mencegah terjadinya pendarahan, terutama pendarahan otak.

F. KOMPLIKASI
Komplikasi umum anemia meliputi:
1. Gagal jantung
Gagal jantung adalah pemberhentian sirkulasi normal darah dikarenakan kegagalan dari ventrikel jantung untuk berkontraksi secara efektif pada saat systole. Akibat kekurangan penyediaan darah, menyebabkan kematian sel dari kekurangan oksigen. Cerebral hypoxia, atau kekurangan penyediaan oksigen ke otak, menyebabkan korban kehilangan kesadaran dan berhenti bernafas dengan tiba-tiba.
2. Kejang
Gerakan yang tidak dikendalikan karena ada masalah di otak disebut kejang.
3. Perestesia

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
a. Lakukan pengkajian fisik
b. Dapatkan riwayat kesehatan, termasuk riwayat diet
c. Observasi adanya manifestasi anemia
◦ Manivestasi umum
 Kelemahan otot
 Mudah lelah
 Kulit pucat

◦ Manivestasi system saraf pusat
 Sakit kepala
 Pusing
 Kunang-kunang
 Peka rangsang
 Proses berpikir lambat
 Penurunan lapang pandang
 Apatis
 Depresi

◦ Syok (anemia kehilangan darah)
 Perfusi perifer buruh
 Kulit lembab dan dingin
 Tekanan darah rendah dan tekanan darah setral
 Peningkatan frekwensi jatung




2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigenasi ke sel/hipoksi
b. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan umum.
c. Resiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan sistem pertahanan tubuh.
d. Resiko perdarahan b/d penurunan faktor pembekuan darah

3. Intervensi Keperawatan

NO DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigenasi ke sel/hipoksia.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam diharapkan menunjukkan tingkat perfusi jaringan yang sesuai.
Kriteria Hasil:
1. Tidak ada sianosis sentral atau perifer.
2. Kulit hangat atau kering.
3. Status mental biasa. 1. Observasi perubahan status mental.






2. Observasi warna dan suhu kulit atau membrane mukosa.



3. Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.


4. Tinggikan kaki atau telapak bila di tempat tidur atau kursi.


5. Kaji untuk respon verbal melambat, mudah terangsang, bingung.

1. Gelisah, bingung, disorientasi atau perubahan sensori atau motor dapatmenunjukkan aliran darah, hipoksia atau cidera faskuler serebral (CSV) sebagai akibat emboli sistemik.
2. Kulit pucat/sianosis, kaku membrane bibir atau lidah menunjukkan vasokontriksi/ syok dan gangguan aliran sistemik.
3. Memaksimalkan transport oksigen ke jaringan.


4. Menurunkan status vena di kaki dan pengumpulan darah pada vena pelvis untuk menurunkan resiko pembentukan thrombus.
5. Dapat mengindikasikan gangguan fungsi serebral karena hipoksia atau defisiensi vitamin B12.






2. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan umum Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam diharapkan klien melaporkan peningkatan intoleransi aktifitas.
Kriteria Hasil:
4. Menunjukkan pernafasan normal.
5. Mendapatkan istirahat yang cukup.
TD dalam keadaan normal 1. Observasi adanya tanda kerja fisik (dispnea, sesak nafas, kunang-kunang, keletihan.
2. Antisipasi dan bantu dalam aktifitas kehidupan sehari-hari.
3. Beri pengalihan aktifitas.



4. Pilih teman sekamar yang sesuai dengan usia dan minat yang sama.
5. Pertahankan posisi fowler tinggi.
6. Ukur tanda vital selama istirahat.





1. Merencanakan istirahat yang tepat.

2. Untuk mencegah kelelahan.


3. Meningkatkan istirahat dengan tenang serta mencegah kebosanan dan menarik diri.
4. Untuk mendorong kepatuhan pada kebutuhan istirahat.

5. Untuk pertukaran udara ug optimal.
6. Untuk menentukan nilai dasar perbandingan selama periode aktifitas.




3. Resiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan sistem pertahanan tubuh Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam mampu untuk mengidentifikasi perilaku untuk mencegah menurunkan infeksi.
Kriteria Hasil:
1. Klien.
2. Klien tidak menunjukkan bukti infeksi. 1. Tingkatkan cuci tangan yang baik oleh pemberi perawatan dan klien.
2. Pertahankan teknik aseptik ketat pada prosedur perawatan.
3. Berikan perawatan kulit.

4. Lindungi anak dari kontak dengan individu yang terinfeksi.
5. Pantau suhu. 1. Mencegah terjadinya kontaminasi bakterial.

2. Menurunkan resiko infeksi bakteri.

3. Menurunkan resiko kerusakan kulit atau jaringan.
4. Untuk meminimalkan pemejanan pada organisme infektif.
5. Adanya bukti infeksi dan membutuhkan pengobatan.
4. Resiko perdarahan b/d penurunan faktor pembekuan darah

Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 24 jam diharapkan klien dapat mnurunkan resiko perdarahan.
Kriteria hasil:
1. mempertahankan homeastasis dengan tanpa perdarahan.
2. menunjukkan perilaku penurunan resiko perdarahan.
Mandiri
1. Awasi nadi, TD, dan CVP bila ada.




2. Catat perubahan mental atau tngkat kesadaran



3. Dorong menggunakan sikat gigi halus



4. Gunakan jarum kecil untuk injeksi, tekan lebih lama pada bagian bekas suntikan.

5. Hindarkan penggunaan produk yang mengandung aspirin

kolaborasi
6. Awasi Hb/Ht dan faktor pembekuan

7. Berikan obat sesuai indikasi. Vitamin tambahan (contoh: vit K, D, C)
1. Peningkatan nadi dengan penurunan TD dan CVP dapat menunjukkan kehilangan volume darah sirkulasi, memerlukan evaluasi lanjut.
2. Perubahan dapat menunjukkan perbahan perfusi jaringan serebral sekunder terhadap hipoolemia, hipoksemia.
3. Pada adanya gangguan faktor pembekuan, trauma minimal dapat menyebabkan perdarahan mukosa.
4. Meminimalkan kerusakan jaringan, menurunkan resiko perdarahan/hematoma
5. Koagulasi memanjang, berpotensi untuk resiko perdarahan.


6. Indikator anemia, perdarahan aktif/ terjadinya komplikasi (contoh: KID)
7. Menungkatkan sintesis protombin dan koagulasi



BAB III
PENUTUP


Kesimpulan
Anemia didefinisikan sebagai penurunan volume eritrosit atau kadar Hb sampai di bawah rentang nilai yang berlaku untuk orang sehat (Nelson,1999).
Anemia berarti kekurangan sel darah merah, yang dapat di sebabkan oleh hilangnya darah yang terlalu cepat atau karena terlalu lambatnya produksi sel darah merah. (Guyton,1997).
Macam-macam atau klasifikasi dari anemia berdasarkan etiolognya yaitu: anemia pasca pendarahan (kehilangan darah mendadak, kehilangan darah menahun), anemia defisiensi besi, anemia megaloblastik (defisiensi asam folat dan B12), anemia hemolitik dan anemia aplastik


DAFTAR PUSTAKA


Abdulrrahman, dkk. 1995. Ilmu Kesehatan Anak. Fakultas Kedokteran Unifersitas. Jakarta
Behrman, Ricard E et all. Ilmu Kesehatan Anak. Vol 2. Jakarta: EGC.
Guyton, Arthur C. 1997. Fisiologi Kedokteran. Ed 9. Jakarta: EGC.
Price & Wilson. 1995. Patofisiologi. Jakarta: EGC
Smeltzer & Bare. 2002. Keperawatan Medikal Bedah II. Jakarta: EGC
Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik/ Donna L. Wong: alih bahasa Monika ester, editor edisi bahasa indonesia, Sari kurniasih. Ed 4. Jakarta: EGC

-------------------end of this matery-------------------

Senin, 23 Maret 2009

ASUHAN KEPERAWATAN IBU DENGAN HIPEREMESIS GRAVIDARUM

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mual dan muntah merupakan gangguan yang paling sering kita jumpai pada kehamilan muda dan dikemukakan oleh 50% dari wanita hamil, terutama ditemukan pada primigravida, kehamilan ganda dan mola hydatidosa. Tetapi kalau seorang ibu memuntahkan segala apa yang dimakan dan diminum hingga berat badan sangat turun, turgor kulit kurang , diurase kurang dan timbul acetone dalam air kencing, maka keadaan ini disebit hyperemesis gravidarum dan memerlukan perawatan di rumah sakit. (Sastrawinata, 1984)
Mual atau nausea dan muntah atau emesis gravidum adalah gejala yang wajar dan sering kedapatan pada kehamilan trimester I. Mual biasanya terjadi pada pagi hari, tetapi dapat pula timbul setiap saat dan malam hari. Gejala – gejala ini kurang lebih terjadi 6 minggu setelah hari pertama haid terakhir dan berlangsung selama kurang lebih 10 minggu.
Mual muntah terjadi pada 60 – 80 % primi gravida dan 40 – 60 % multi gravida. Satu diantara seribu kehamilan, gejala – gejala ini menjadi lebih estrogen dan HCG dalam serum. Pengaruh fisiologik kenaikan hormone ini belum jelas, mungkin karena system saraf pusat atau pengosongan lambung yang berkurang. Pada umumnya wanita dapat menyesuaikan dengan keadaan ini, meskipun demikian gejala mual dan muntah yang berat dapat berlangsung sampai 4 bulan. Pekerjaan sehari – hari menjadi terganggu dan keadaan umum menjadi buruk. Keadaan inlah yang disebut dengan hiperemisis gravidum. Keluhan gejala dan perubahan fisiologis menentukan berat ringannya penyakit
(Wiknjosastro, 2002)

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami kelainan pada ibu hamil dengan penyakit hiperemesis gravidarum.
2. Tujuan Khusus
Dalam makalah ini bertujuan agar mahasiswa mampu :
a. Menjelaskan definisi hiperemesis gravidarum
b. Menyebutkan etiologi dari hiperemesis gravidarum
c. Menjelaskan patofisiologi terjadinya hiperemesis gravidarum
d. Menyebutkan dan menjelaskan penatalaksanaan atau terapi pengobatan yang dilakukan untuk penyakit hiperemesis gravidarum
e. Membuat dan mengkaji asuhan keperawatan pada wanita hamil dengan hiperemesis gravidarum



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian
Hyperemesis gravidarum adalah mual dan muntah yang berlebihan pada wanita hamil sampai mengganggu pekerjaan sehari-hari karena keadaan umumnya menjadi buruk, karena terjadi dehidrasi. (Rustam, 1998)
Hyperemesis gravidarum adalah suatu keadaan pada masa kehamilan dimana terjadi mual dan muntah yang berlebihan, kehilangan berat badan, serta terjadinya gangguan keseimbangan elektrolit (http://www.info-sehat.com/content.php?s_sid=906)

B. Etiologi
Penyebab hyperemesis gravidarum belum diketahui secara pasti. Tidak ada bukti bahwa penyakit ini disebabkan oleh faktor toksik, juga tidak ditemukan kelainan biokimia. Perubahan-perubahan anatomic pada otak, jantung hati dan susunan saraf, disebabkan oleh kekurangan vitamin serta zat-zat lain akibat inanisi.
Pada tubuh wanita yang hamil terjadi perubahan–perubahan yang cukup besar yang mungkin merusak keseimbangan di dalam badan. Misalnya saja yang dapat menyebabkan mual dan muntah ialah masuknya bagian – bagian villus ke dalam peredaran darah ibu, perubahan endokin misalnya hypofungsi cortex glandula suprarenalis, perubahan metabolik dan kurangnya pergerakan lambung.
Namun meskipun hyperemesis gravidarum belum diketahui penyebabnya secara pasti, ada beberapa faktor predisposisi dan faktor lain yang mempengaruhi yaitu :
1. Faktor predisposisi yang sering ditemukan adalah primigravida, mola hidatidosa dan kehamilan ganda. Frekuensi yang tinggi pada mola hidatidosadan kehamilan ganda menimbulkan dugaan bahwa faktor hormone memegang peranan, karena pada kedua keadaan tersebut hormone khorionik gonadotropin dibentuk berlebihan.
2. Faktor organic yaitu masuknya villi khorialis dalam sirkulasi maternal dan perubahan metabolic akibat hamil serta resistensi yang menurun dari pihak ibu terhadap perubahan ini merupakan faktor organic. Selain itu faktor organic yang lain yaitu alergi, sebagai salah satu respons dari jaringan ibu terhadap anak, juga disebut sebagai salah satu faktor organic.
3. Faktor psikologik memegang peranan yang penting pada penyakit ini, rumah tangga yang retak, kehilangan pekerjaan, takut terhadap kehamilan dan persalinan, takut tanggung jawab sebagai ibu, dapat menyebabkan konflik mental yang dapat memperberat mual dan muntah sebagai ekspresi tidak sadar terhadap keengganan menjadi hamil atau sebagai pelarian kesukaran hidup.
( Wiknjosastro, 2002)

C. Manifestasi Klinis
Gejala-gejala yang khas dari hyperemesis gravidarum antara lain:
• muntah yang hebat
• haus
• dehidrasi(exsikkose)
• berat badan turun
• keadaan umum mundur
• kenaikan suhu
• ikterus
• gangguan serebral (kesadaran menurun, delirium)
• laboratorium: protein, acetone, urobilinogen, porphyrin dalam urin bertambah, silinder +
(Sastrawinata, 1984))
• Berat badan turun 2,5 s/d 5 kg atau lebih selama trimester pertama.
• Tidak dapat menelan makanan atau minuman apapun selama 24 jam terakhir.
• Air kencing berwarna kuning sangat gelap atau tidak kencing selama 8 jam terakhir.
• Muntah sangat sering kadang bisa setiap jam atau lebih.
• Mual sangat hebat sehingga selalu muntah saat makan
(www.bayisehat.com)
Hyperemesis gravidarum ini ditandai dengan terus mual dan muntah samapi 4-8 minggu, hingga kehilangan berat badan 5-10 kg, kulit menjadi kering dan kadang-kadang timbul ikterus malahan dapat jatuh coma, oliguri, dalam urine albumin positifdan dalam sediment dapat ditemukan silinder dan sel darah merah. Hyperemesis ada bentuk yang kronis dimana kemunduran terjadi dngan lambat dan ada yang akut dimana kemunduran terjadi dalam beberapa hari misalnya seminggu. Pada stadium lanjut timbul demam dan nadi cepat di atas 130/menit.
Menurut berat ringannya gejala, hyperemesis gravidarum dibagi dalam 3 tingkatan :
1. Tingkat I. Muntah terus menerus yang mempengaruhi keadaan umum, menimbulkan rasa lemah, nafsu makan tak ada, berat badan turun, dan nyeri epigastrium. Frekuensi nadi pasien naik sekitar 100 kali per menit, tekanan darah sistolik turun, turgor kulit berkurang, lidah kering, dan mata cekung.
2. Tingkat II. Pasien tampak lemah dan apatis, lidah kotor nadi kecil dan cepat, suhu kadang naik, dan mata sedikit ikterik. Berat badan pasien turun, timbul hipotensi, hemokonsentrasi, oliguria, konstipasi, dan napas berbau aseton.
3. Tingkat III. Kesadaran pasien menurun dari somnolen sampai koma, muntah berhenti, nadi kecil dan cepat, suhu meningkat, dan tekanan darah semakin turun.
Diagnosis pada hyperemesis gravidarum biasanya tidak sukar. Dari anamnesis didapatkan adanya amenore, tanda kehamilan muda, dan muntah terus–menerus, sehingga mempengaruhi keadaan umum. Namun harus dipikirkan kehamilan muda dengan penyakit pielonefritis, hepatitis, ulkus ventrikuli dan tumor serebri yang dapat pula memberikan gejala muntah.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan pasien lemah, apatis sampai koma, nadi meningkat sampai 100 kali per menit, suhu meningkat, tekanan darah turun, atau tanda deehidrasi lain. Pada pemeriksaan elektrolit daarh ditemukan kadar natrium dan klorida turun. Pada pemeriksaan urin kadar klorida turun dan dapat ditemukan keton.
(Mansjoer dkk, 2001)
E. Patofisologi
Perasaan mual adalah akibat meningkatnya kadar estrogen, oleh karena keluhan ini terjadi pada trimester I. Pengaruh fisiologik hormone estrogen ini tidak jelas, mungkin berasal dari system saraf pusat atau akibat berkurangnya pengosongan lambung. Penyesuaian terjadi pada kebanyakan wanita hamil, meskipun demikian mual dan muntah dapat berlangsung berbulan – bulan. Mual dan muntah terus–menerus dapat menyebabkan dehidrasi, hiponatremia, hipokloremia, penurunan klorida urin, selanjutnya terjadi hemokonsentrasi yang mengurangi perfusi darah ke jaringan dan menyebabkan tertimbunnya zat toksik.
Belum jelas mengapa gejala – gejala ini hanya terjadi pada sebagian kecil wanita, tetapi faktor psikologik merupakan faktor utama, di samping pengaruh hormonal. Yang jelas wanita yang sebelum kehamilan sudah menderita lambung spastic dengan gejala tidak suka makan dan mual, akan mengalami emesis gravidarum yang lebih berat.
Hyperemesis gravidarum mengakibatkan cadangan karbohidrat dan lemak habis terpakai untuk keperluan energi. Karena oksidasi lemak yang tidak sempurna, terjadilah ketosis dengan tertimbunnya asam aseton asetik, asam hidroksi butirik dan aseton dalam darah. Kekurangan cairan yang diminum dan kehilangan cairan karena muntah menyebabkan dehidrasi, sehingga cairan ekstraseluler ke plasma berkurang. Natrium dan khlorida darah menurun, demikian pula khlorida air kemih. selain itu dehidrasi menyebabkan hemokonsentrasi, sehingga aliran darah ke jaringan berkurang.
Hal ini menyebabkan jumlah zat makanan dan oksigen ke jaringan berkurang pula dan tertimbunnya zat metabolic yang toksik. Hipokalemia akibat muntah dan ekskresi berlebihan selanjutnya menambah frekuensi muntah dan meruska hepar. Selaput lendir esophagus dan lambung dapat robek (Sindrom Mallory-Weiss) sehingga terjadi pedarahan gastrointestinal. Pada umumnya robekan ini ringan dan perdarahan dapat berhenti sendiri, jarang sampai diperlukan transfuse atau tindakan operatif.
( Wiknjosastro, 2002)

F. Penatalaksanaan
• Penatalaksanaan medis yang penting adalah memeriksa adanya dehidrasi dan adanya ketidakseimbangan cairan dan elektrolit dengan pemberian nutrisi secara oral atau cairan IV. Obat-abatan anti muntah ( antiemetic ) bisa dianjurkan setelah dokter memberitahu ibu hamil tentang kemungkinan kerugian yang ditimbulkan dari obat tersebut terhadap perkembangan janin.
Obat-obatan yang dapat digunakan antara lain :
 Sedative ( luminal, stesolid)
 Vitamin ( B1 dan B6 )
 Anti-muntah (mediamer B6, Drammamin, Avopreg, Avomin, Torecan)
 Antasida, dan anti mulas.
( Rustam, 1998)
 Chlopromazin (largactil) yang menenangkan jiwa dan bersifat anti muntah
 Antihistaminica, ACTH, dan corticosteron
Secara praktis yang memuaskan adalah:
 Phenothiazin (sedatif)
 Desoxycorticosteron (karena kemungkinan hypofungsi cortex suprarenalis)
 Vitamin B6
(Obstetri patologi, Unpadj)

• Perawat mencatat cairan yang keluar dan masuk, serta frekuensi makanan dan cairan yang masuk abdomen sebaiknya dalam jumlah yang kecil agar abdomen tidak menjadi sangat penuh. Karbohidrat yang mudah dicerna, serperti biscuit atau roti kentang bias di toleransi dengan baik. Makanan seharusnya di sajikan dalm bentuk yang menarik dan tanpa memberikan komentar negative.
• Terapi psikologik: Stress bisa turut menyebabkan hiperemesis gravidarum, dan bisa sebagai komplikasi. Support emosional dapat diberikan dengan mendengarkan pendapat dari ibu hamil tentang kehamilannya, tentang perawatan anak dan hidup dengan mual yang menetap. Meskipun factor psikologi bisa berpengaruh pada beberapa kasus H.G, perawat sebaiknya tidak beranggapan bahwa setiap wanita dengan komplikasi ini dianggap biasa karena bisa memperburuk keadaan.
( W.B Saunders)
• Cairan parenteral: berikan cairan parenteral yang cukup elektrolit, karbohidrat dan protein dengan glukosa 5% dalam cairan garam fisiologik sebanyak 2-3 liter perhari. Bila perlu dapat ditambah kalium, dan vitamin, khususnya vitamin B komplek dan vitamin C dan bila kekurangan protein, dapat diberikan pula asam amino secara intravena.
• Isolasi: Penderita disendirikan dalam kamar yang tenang, tetapi cerah dan peredaran udara yang baik. Hanya dokter dan perawat yang boleh masuk ke dalam kamar penderita, sampai muntah berhenti dan penderita mau makan.
• Penghentian kehamilan: Pada sebagian kecil kasus keadaan tidak menjadi baik, bahkan mundur. Usahakan mengadakan pemeriksaan medik dan psikiatrik bila keadaan memburuk. Delirium, kebutaan, takhikardi,ikterus, anuria dan perdarahan ,erupakan manifestasi komplikasi organic. Dalam keadaan demikian perlu di pertimbangkan untuk mengakhiri kehamilan. Keputusan untuk melakukan abortus terapeutik sering sulit diambil, oleh karena di satu pihak tidak boleh dilakukan terlalu cepat, tetapi dilain pihak tidak boleh menunggu sampai terjadi gejala irreversible pada organ vital.
( Wiknjosastro, 2002)
Pengobatan di Rumah Sakit
Yang menjadi pegangan untuk memasukkan pasien ke rumah sakit ialah:
1. segala yang dimakan dan diminum dimuntahkan, berlagsung lama
2. berat badan turun lebih dari 1/10 dari berat badan normal
3. turgor kurang, lidah kering
4. Adanya aceton dalam urine.
Terapi di rumah sakit ditujukan untuk :
1. mengatasi dehidrasi dengan pemberian infus
2. mengatasi kelaparan dengan infus, atau makanan dengan nilai kalori tinggi dengan sonde hidung: juga diberi vitamin-vitamin yang cukup
3. mengobati neurose dengan psycoterapi sedativa dan isolasi
Pada 24 jam pertama di rumah sakit tidak diberikan apa-apa per os. Makanan diberikan per infus berupa glukosa 10% dan larutan garam fisiologis:cairan yang masuk dan keluar dicatat dengan teliti termasuk muntah. Cairan yang diberikan 3000 cc sehari atau lebih menurut kebutuhan.
Obat yang diberikan melalui infus ialah; Phenothiazin, ACTH 20S, vitamin B1 200 mg, vitamin B6 200 mg, vitamin B12 150 mg, dan vitamin C 2000 mg.
Penderita sedapat-dapatnya diletakkan dalam kamar tersendiri yang tenang dan bebas dari bau-bau. Setelah 24 jam dicoba roti kering atau biskuit sedikit-sedikit setiap 2-3 jam juga minuman diberikan tiap 2 jam tapi sekali minum tidak boleh melebihi 100 cc, teh panas sangat baik. Jika pasien tidak muntah, berangsur-angsur makan dan minum ditambah hingga ia dapat makanan yang lunak dengan nilai kalori tinggi dan yang banyak mengandung vitamin.cairan infus berangsur-angsur dikurangi sesuai dengan kesanggupan pasien untuk makan dan minum. Dalam menjalankan terapi sikap perawat harus menyenangkan dan menghibur pasien, cara menghidangkan makanan harus menarik. Jika pasien tetap muntah, maka makanan diberikan melalui sonde hidung. Jika keadaan terus mundur maka dianjurkan untuk abortus terapeutik.
(Sastrawinata, 1984)
Penatalaksaan:
• Rawat inap
• Stop makan / minum dalam 24 jam pertama
• Obat-obat diberikan parenteral
• Infus D10% (2000 ml) + RD5% (2000 ml) / hari tiap botol tambahan: Antiemetik (metoklopramid hidrochlorid) 1 amp (10 mg), Vit. B Komplek 2 ml, Vit.C 1 amp, Kalau perlu Diazepam 10 mg im
• Psikoterapi
• Dalam 24 jam pertama—>> evaluasi
• Bila membaik : boleh makan / minum bertahap
• Bila tetap : Stop makan minum ? lanjutka R/ di atas untuk 24 jam kedua
• Bila dalam 24 jam kedua tidak membaik—>> pertimbangan rujukan
• Infus dilepas setelah 24 jam bebas mual dan mutah
Kriteria pulang:
• Mual dan mutah tidak ada lagi
• Keluhan subyektif tidak ada
• Tanda-tanda vital baik.
(http://cakmoki_weblog.com)


G. Komplikasi
Komplikasi yang biasa terjadi yaitu Ensefalopati Wernieke dengan gejala nistagmus, diplopia dan perubahan mental serta payah hati dengan gejala tumbuhnya ikterus.
(Mansjoer dkk, 2001)

H. Pencegahan
Prinsip pencegahan adalah mengobati emesis agar tak terjadi hiperemesis. Pencegahan yang dapat dilakukan di antaranya adalah sebagai berikut :
1. Penerangan bahwa kehamilan dan kehamilan merupakan proses fisiologis.
2. Makan sedikit – sedikit tetapi sering. Berikan makanan selingan seperti biscuit, roti kering dengan teh hangat saat bangun pagi dan sebelum tidur, hindari makan makanan berminyak dan berbau. Makanan sebaiknya dalam keadaan panas atau sangat dingin.
3. Defekasi teratur.
(Mansjoer dkk, 2001)
4. Menghindari makanan berbau tajam, asap rokok atau parfum yang berbau menyengat yang dapat menjadi pemicu mual muntah.
5. Beberapa suplemen makanan dapat membantu mengurangi mual muntah seperti minuman jahe atau vitamin B6.
6. Makanlan makanan yang diinginkan ketika tubuh mampu menerimanya.
7. Jangan segera berbaring setelah makan, sebaiknya duduk tegak selama beberapa saat agar tidak kembung atau mual.
8. Hindari banyak minum saat makan, tunggulah 30 menit setelah makan baru minum air. Di luar waktu makan Anda diharapkan untuk minum lebih banyak.
9. Makanlah dalam porsi yang sedikit namun sering (tiap 2-3 jam) untuk menghindari mual tanpa beresiko kekurangan gizi.
10. Pola makan yang lengkap dan seimbang.
11. Istirahat yang cukup.
12. Konsultasi ke dokter kandungan Anda jika mual muntah masih berlanjut
(www.bayisehat.com)


I. Asuhan Keperawatan Pada Hiperemesis Gravidarum
1. Pengkajian
 Adanya ikterus,pucat,sianosis
 Dehidrasi
 Status kesadaran:adanya gangguan kesadaran (apatis-koma)
 Adanya penurunan berat badan
 Mual dan muntah hebat
 TTV:peningkatan nadi (100 kali/menit),
 Kenaikan suhu
 Hasil laboratorim:kenaikan Hb & hematokritelektrolit darah, protein, acetone, urobilinogen, porphyrin dalam urin bertambah, silinder +
 Urinalisis; warna urin (kuning sangat gelap)


2. Diagnosa Keperawatan
 perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual dan muntah
 gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak adekuatnya masukan makanan dan cairan
 penurunan cardiac output berhubungan dengan penurunan kontraktilitas jantung
 gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan hipoksia
 nyeri berhubungan dengan iskemik


3. Intervensi dan Rasional
Diagnosa Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi Rasional
perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual dan muntah
Tujuan : setelah dilakukan intevensi terjadi pemenuhan kebutuhan nutrisi yang adekuat selama 24 jam.
Kriteria hasil :
Menunjukkan penambahan berat badan yang sesuai (biasanya minimal 1,5 kg pada akhir trimester I)
Mandiri :
1. Berikan informasi tertulis yang tepat tentang diet pra-natal dan suplemen vitamin atau zat besi setiap hari.
2. Perhatikan adanya pika atau mengidam. Kaji pilihan bahan bahan bukan makanan dan tingkat motivasi untuk memakannya.

3. Timbang berat badan klien, pastikan berat badan pregravit biasanya. Berikan informasi tentang penambahan prenatal yang optimum.


4. Tinjau ulang frekuensi dan beratnya mual atau muntah.

5. Pantau kadar hemoglobin atau hematokrit.


6. Tes urin terhadap aseton, albumin dan glukosa.






7. ukur pembeasaran uterus.

8. beri pilihan menu yang ada dan izinkan pasien untuk mengontrol pilihan sebanyak mungkin.
Kolaborasi :
9. Buat rujukan yang perlu sesuai dengan indikasi.

10. Rujuk pada program makanan wanita, bayi, dan anak – anak dengan tepat.

11. berikan diet cair secara parenteral dengan glukosa 5% dalam cairan fisiologis
12. terapi obat menggunakan sedatif(luminal,stesolid), vitamin B6, vitamin C.
• Materi referensi yang dapat dipelajari dirumah. Mening-katkan kemungkinan klien memilih diet seimbang.
• Memakan bahan bukan maka-nan pada kehamilan mungkin berdasarkan pada kebutuhan psikologis, venomena budaya, respon terhadap lapar atau res-pon tubuh terhadap kebutuhan nutrisi.
• Ketidak adekuatan penamba-han berat badan prenatal atau dibawah berat badan normal masa kehamilan, meningkat-kan resiko IUGR pada janin dengan BBLR
• Mual muntah trimester I dapat berdampak negative pada sta-tus nutrisi pranatal, khususnya pada periode kritis perkem-bangan janin.
• Mengidentifikasi adanya ane-mia dan potensial penurunan kapasitas pembawa oksigen tersebut. Klien dengan kadar Hb kurang dari 12 g/dL atau Ht kurang atau sama dengan 30 % dipertimbangkan anemia pada trimester I.
• Menetapkankan data dasar dilakuan secara rutin untuk mendeteksi situasi potensial resiko tinggi seperti ketidak-adekuatan asupan karbohidrat, diabetik ketoasidosis dan hipertensi karena kehamilan.
• Mal nutrisi Ibu berefek negative terhadap pertumbu-han janin dan memperberat penurunan komplemen sel otak pada janin, yang mengakibatkan kemunduran perkembangan janin dan kemungkinan lebih lanjut.
• Meningkatkan daya tarik pasien untuk makan

• Mungkin diperlukan bantuan tambahan terhadap pilihan nutrisi, dapat membatasi anggaran atau keuangan.

• Yayasan penyelenggara pro-gram makanan suplemen membantu meningkatkan se-cara optimal nutrisi ibu atau janin.
• Untuk memnuhi kebutuhan nutrisi, mencegah malnutrisi.

• Untuk menguranngi muntah dan mual.

Diagnosa Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi Rasional
 gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak adekuatnya masukan makanan dan cairan
Tujuan : setelah dilakukan intevensi terjadi perubahan keseimbangan cairan selama 24 jam.
Kriteria hasil :
Menunjukkan keseimbangan cairan
mandiri:
1. awasi tanda vital dan turgor kulit
2. awasi jumlah dan tipe masukan cairan
3. diskusikan strategi untuk meghentikan muntah dan penggunaan laksatif/diuretik
4. identifikasi rencana untuk meningkatkan/mempertahankan keseimbangan cairan optimal misal jadwal masukan cairan
Kolaborasi:
5. Kaji hasil tes fungsi ginjal dan elektrolit


• Sebagai indikator volume sirkulasi
• Mengganti cairan agar tercapai keseimabangan cairan
• Mencegah kehilangan cairan lanjut

• untuk meningkatkan/mempertahankan keseimbangan cairan optimal


• sebagai indikator perpindahan cairan, penurunan fungsi ginjal
 penurunan cardiac output berhubungan dengan penurunan kontraktilitas jantung
Tujuan : setelah dilakukan intevensi terjadi perbaikan hemodinamik
Kriteria hasil :
Menunjukkan stabilitas hemodinamik
Mandiri:
1. evaluasi kualitas dan kesamaan nadi sesuai indikasi.
2. berikan makanan kecil dan mudah dikunyah.


3. catat adanya gejala gastrointestinal contoh: muntah, diare, ketidaknyamanan abdomen
Kolaborasi:
4. pantau pemeriksaan laboratorium yang memberi dampak dari sediaan digitalis, contoh elektrolit, BUN, kreatinin, pemeriksaan fungsi hati
5. berikan kalium, kalsium dan magnesium sesuai indikasi


6. berikan lidocain • penurunan curah jantung mengakibatkan menurunnya kelemahan nadi/kekuatan nadi
• makan besar dapat meningkatkan kerja miokard, menyebabkan rangsang vegal mengakibatkan bradikardi

• menunjukkan gangguan elektrolit atau curah jantung/perfusi organ


• kadar kalium, kalsium, atau magnesium abnormal meningkatkan sensitivitas terhadap digitalis.

• Mengembalikan elektrolit ini pada normal untuk memperbaiki berbagai disritmia
• Untuk mempertahankan /memperbaiki curah jantung


 gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan hipoksia
Tujuan : setelah dilakukan intevensi terjadi perfusi jaringan yang adekuat
Kriteria hasil :
Menunjukkan perfusi jaringan yang adekuat
Mandiri:
1. lihat pucat, sianosis, belang.catat kekuatan nadi perifer



2. kaji fungsi gastrointestinal, catat anoreksia, penurunan bising usus, mual/muntah, distensi abdomen, konstipasi.
3. pantau haluaran urine.




Kolaborasi
4. pantau data laboratorium, contoh GDA, BUN, kreatinin, elektrolit

• vasokontriksi sitemik apat diakibatkan oleh penurunan curah jantung mungkin dibuktikan oleh penurunan perfusi kulit dan penurunan nadi
• penurunan aliran darah ke mesenteri dapat mengakibatkan disfungsi gastrointestinal.
• Penurunan pemasukan/mual terus menerus dapat mengakibatkan penurunan volume sirkulasi yang berdampak negatif pada perfusi dan fungsi organ.
• Indikator perfusi/fungsi organ
 nyeri berhubungan dengan iskemik

Tujuan : setelah dilakukan intevensi nyeri berkurang/hilang
Kriteria hasil :
Menyatakan nyeri berkurang/hilang
Mandiri
1. pantau/catat karekteristik nyeri, catat laporan verbal, petunjuk nonverbal, dan respon hemodinamik (contoh meringis, menangis, gelisah, berkeringat, mencengkram dada, nafas cepat, TD/frekuensi jantung berubah
2. ambil gambaran lengkap terhadap nyeri dari pasien termasuk lokasi: intennsitas (0-10): lamanya: kualitas(dangkal-menyebar) dan penyebaran.

3. anjurkan pasien untuk melaporkan nyeri dengan segera

4. berikan lingkungan yang tenang, aktivitas perlahan dan tindakan nyaman

5. bantu melakukan teknik relaksasi misal nafas dalam

Kolaborasi:
6. berikan oksigen sesuai indikasi

7. berikan obat sesuai indikasi contoh:
• antiangina, contoh; nitrogliserin(Nitro-Bid, Nitrostat, Nitro-Dur)

• Penyekat-B, contoh atenolol(tenormin), pindolol (visken), propanolol (inderal)

• Variasi penampilan dan perilaku pasien karena nyeri terjadi sebagai temuan pengkajian.pernapasan mungkin meningkat akibat nyeri.

• Nyeri sebagai pengalaman subjektif dan harus digambarkan oleh pasien. Bantu pasien untuk menilai nyeri dengan mebandingkannya dengan pengalaman lain.
• Penundaan laporan nyeri menghambat peredaan nyeri/memerlukan peningkatan dosis obat.
• Menurunkan rangsang eksternal dimana ansietas dan regangan jantung serta keterbatasan kemampuan koping dan keputusan terhadap situasi saat ini
• Membantu dalam menurunkan persepsi/respon nyeri. Memberikan kontrol situasi, meningkatkan perilaku positif
• Menngkatkan jumlah oksigen yang ada untuk pemakaian miokardia, dan juga mengurangi ketidaknyamanan sehubungan dengan iskemia
• Nitrat berguna untuk kontrol nyeri dengan efek vasodilatasi koroner, yang meningkatkan aliran darah koroner dan perfusi miokardia. Efek vasosilatasi perifer menurunkan volume darah kembali ke jantung (preload) sehingga menurunkan kerja otot jantung dan kebutuhan oksigen.
• Agen penting kedua untuk mengontrol nyeri melalui efek hambatan rangsang simpatis, dengan begitu menurunkan kebutuhan oksigen miokard.


BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
• Hyperemesis gravidarum adalah mual dan muntah yang berlebihan pada wanita hamil sampai mengganggu pekerjaan sehari-hari karena keadaan umumnya menjadi buruk, karena terjadi dehidrasi.
• Etiologi terdiri dari factor predisposisi, organic dan psikologik
• Berat ringannya gejala terbagi atas 3 tingat:tingkat I, tingkat II, tingkat III
• Penatalaksanaan meliputi: penatalaksanaan medis (obat yang digunakan: Sedative ( luminal, stesolid) Vitamin ( B1 dan B6 ), Anti-muntah ( mediamer B6, Drammamin, Avopreg, Avomin, Torecan ),Antasida, dan anti mulas, isolasi, cairan parenteral, terapi psikologik
• Komplikasi; Ensefalopati Wernieke dengan gejala nistagmus, diplopia dan perubahan mental serta payah hati dengan gejala tumbuhnya ikterus.
• Pencegahan: makan minum sedikit tetapi sering, defekasi teratur, pola makan seimbang, istirahat yang cukup, suplemen yang mengurangi mual seperti vitamin B6 dan minuman jahe, penjelasan kehamilan merupakan proses fisiologis.
• Diagnosa keperawatan:
a. perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual dan muntah
b. gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak adekuatnya masukan makanan dan cairan
c. penurunan cardiac output berhubungan dengan penurunan kontraktilitas jantung
d. gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan hipoksia
e. nyeri berhubungan dengan iskemik



Daftar Pustaka


Carpenito, Lynda Jual 2000. “Diagnosa Keperawatan”. Edisi 8 (Alih bahasa : monica Ester). Jakarta : EGC
Doenges, Marilynn. 2001. “Rencana Keperawatan Maternal/ Bayi”. Edisi 2 (Ahli bahasa ; Monica Ester). Jakarta : EGC
Mansjoer, Arif, dkk. 2000. “Kapita Selekta Kedokteran”. Edisi 3. Jilid 1. Jakarta : Media Aesculapius
Muchtar, Rustam. 1998. “Sinopsis Obstetri”. Edisi 2. Jakarta : EGC
Sastrawinata, R. Sulaeman. 1984. “Obstetri Patologi”. Bandung : Elstar Offset
Thompson & W.B. Saunders. 1993. “Maternity and Pediatric Nursing”. Second Edition. Company Philadelphia
Wiknjosastro, Prof. dr. Hanifa, SpOG. 2002. “Ilmu Kebidanan”. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka sarwono Prawirohardjo
Anonim. 2007. “Mual dan Muntah dalam Kehamilan”. http://www.bayisehat.com

Cakmoki weblog. 2006. “Hiperemesis Gravidarum”. http://cakmoki_weblog.com
Wannabe, SpOG. 2006. “Hiperemesis Gravidarum”. http://www.info-sehat.com/content.php?s_sid=906
Wujeng sumping weblog. 2007. “Emesis Gravidarum”. http://wujengsumping weblog.com

-------------------end of this matery-------------------